Selasa, 28 April 2009

Flu Babi Tantangan Pasca Flu Burung


Pemahaman soal tindakan pengamanan secara biologis (biosecurity) untuk mencegah kasus terpaparnya virus flu babi pada manusia masih sangat lemah. Akibatnya, praktik soal biosecurity yang hingga saat ini masih jadi satu-satunya metode terbaik menangkal kemunculan pandemi flu babi di Indonesia tidak dilakukan dengan sempurna.

Pemantauan di salah satu peternakan babi di Dusun Klampisan, Desa Karangmojo, Kecamatan Plandaan, Kabupaten Jombang, Selasa (28/4), menunjukkan bahwa upaya biosecurity itu hanya dilakukan dengan menyemprotkan cairan desinfektan ke kandang. Elias Sudarsono (36), peternak babi di lokasi itu, menyebutkan, setiap dua atau tiga hari sekali, enam kandang yang memuat 31 ekor babi disemprot cairan desinfektan itu.

Cegah Penyebaran
Ada tujuh langkah yang ditempuh oleh Pemerintah Indonesia melalui Departemen Kesehatan dalam mewaspadai dan mencegah penyebaran Virus H1N1 atau Flu Babi (Swine Flu).

Demikian dikatakan dalam surat edaran dari Menteri Kesehatan RI, Siti Fadilah Supari yang dibacakan langsung oleh Direktur Utama Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, Prof Dr dr Cissy RS Prawira SpA(K) MSc, di Ruang Pers RS Hasan Sadikin Bandung, Selasa.

Tujuh langkah tersebut ialah pertama, sudah terpasangnya thermal scanner (alat pendeteksi suhu tubuh) di terminal kedatangan bandara internasional, kedua, mengaktifkan kembali sekitar 80 sentinel untuk surveillance ILI dan Pneumonia baik dalam bentuk klinik atau virologi.

Ketiga, menyiapkan obat-obatan yang berhubungan dengan penaggulangan Flu Babi yang pada dasarnya adalh Oseltamivir yang sama untuk H5N1 (virus Flu Burung), keempat menyiapakan 100 rumah sakit rujukan yang sudah ada dengan kemampuan menangani kasus Flu Babi.

Kelima menyiapkan kemampuan laboratorium untuk pemeriksaan H1N1 (virus Flu Babi) di berbagai Laboratorium Flu Burung yang sudah ada, keenam, menyebarluaskan informasi ke masyarkat luas dan menyiagakan kesehatan melalui desa siaga.

Terakhir, simulasi penanggulangan Pandemi Influenza yang baru dilakukan minggu lalu di Makasar juga merupakan upaya nyata persiapan pemerintah dalam menghadapi berbagai kemungkinan Kejadian Luar Biasa (KLB) atau Public health Emergency Internasional Concern (PHEIC) seperti Flu Babi.

Menurut Cissy, virus H5N1 jauh lebih berbahaya daripada virus H1N1, terutama di Indonesia (jika dilihat dari angka kematianya).

Dikatakannya, kemungkinan virus H1N1 tidak akan mampu hidup di daerah tropis seperti Indonesia, sedangkan H1N1 biasanya hidup di daerah empat musim (kecuali pada saat musim semi dan panas). (kom)

0 komentar:

Posting Komentar

 

© 3 Columns Newspaper Copyright by TRIBUNSEHAT.COM | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks